Wacana CSR dalam Website Korporasi
WACANA CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR) DALAM
WEBSITE PERUSAHAAN
Andre Rahmanto
This research is aimed at revealing the discourse strategy used by the
company to construct image involved CSR performance in website and
reflection to CSR activities and public relations, thus it can give critical
understanding related to practice CSR on mining company. The analyzed text
is mainly text in web page with format of hyper text markup language (html).
Data analysis research uses discourse analysis with the Van Dijk model
combining texts structure analysis and social context as an integral part.
The finding of this research are presenting CSR information on threemining
website researched uses the strategic discourse to build positive
opinion to those companies; implementation of CSR still focuses on
developing of society and donation, the effort of dialogue to the entire
stakeholders in CSR has not been maximal yet, still has not used Two Way
Symmetrical Mode yet and ideal communication condition that introducing by
Habermas. Communication built through website is still one-way form which
the company dominates discourse.
Keywords: Corporate Social Responsibility, Critical Discourse, Website,
Public Relations
LATAR BELAKANG
Tanggung jawab perusahaan atau corporate social responsibility
(CSR) kini menjadi isu utama di dunia bisnis. CSR telah dianggap sebagai
penanda penting yang harus melekat dan dimiliki oleh perusahaan, sehingga
perusahaan pun berlomba menyatakan diri telah melaksanakan CSR.
Website perusahaan merupakan salah satu media yang banyak digunakan
untuk menampilkan klaim informasi terkait aktivitas tanggung jawab sosial
perusahaan.
Dalam konteks public relations, komunikasi CSR akan memberi
manfaat kepada perbaikan citra perusahaan dan idealnya, memberikan
akses kepada publik untuk dapat melakukan verifikasi dan memberi masukan
1
atau kritik bagi pengembangan program kedepan (Wilcox, 2006; Tanaya,
2004). Publikasi juga bertujuan untuk menjaga transparansi dan akuntabilitas
perusahaan (Amahorseya, 2007). Namun sayangnya, berbagai citra dan
klaim CSR yang ditampilkan tersebut tak selalu simetris dengan realitas yang
ada.
Penelitian ini melihat praktek wacana public relations melalui website
secara kritis serta memberikan kritiknya terhadap cara-cara komunikasi yang
digunakan oleh perusahaan dalam menyampaikan klaim tanggung jawab
sosialnya serta mengidealkan sebuah transformasi aktivitas public relations
perusahaan pertambangan yang memang seperti disebut penelitian Jahja
(2006), rentan dengan permasalahan sosial dan lingkungan
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan diatas,
penelitian ini memfokuskan pada : Bagaimana strategi wacana yang terdiri
dari elemen tematik, skematik, semantik, sintaksis, stilistik serta retorik dalam
website ketiga perusahaan digunakan untuk menggambarkan tanggung
jawab sosial perusahaan/CSR dalam tiga website perusahaan pertambangan
di Indonesia? Bagaimana kaitan wacana CSR yang ditampilkan dalam
website dengan konteks sosial yang ada? Bagaimana ketiga perusahaan
memaknai tanggung jawab sosialnya dalam kerangka triple bottom line dan
model piramida Carrol? Bagaimana komunikasi dengan stakeholders dalam
konteks CSR berfungsi hegemonik membangun citra perusahaan, serta
bagaimana Website perusahaan digunakan untuk mendukung upaya
tersebut?
KAJIAN PUSTAKA
Hamad (2004) menyatakan bahwa setiap tindakan komunikasi adalah
suatu Discourse (dengan D besar). Dalam pandangan communication as
Discourse ini, komunikasi dilakukan dalam rangka menciptakan “kenyataan
lain” atau “kenyataan kedua” dalam bentuk wacana (discourse) dari
2
“kenyataan yang pertama”. Cara yang ditempuh dalam pembentukan wacana
(realitas kedua) itu adalah sebuah proses yang disebut konstruksi realitas
atau construction of reality.
Mengikuti pandangan Hikam (dalam Eryanto, 2001:5-6), analisis
wacana dapat dibedakan dalam tiga macam, yaitu wacana positivis, wacana
konstruktivis dan wacana kritis. Analisis wacana kritis sebenarnya
mengoreksi pandangan konstruktivisme yang masih belum menyentuh
proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun
institusional. Bahasa disini tidak dipahami sebagai medium netral yang
terletak diluar diri pembicara, tetapi dipahami sebagai representasi yang
berperan dalam membentuk subyek tertentu, tema-tema wacana tertentu
maupun strategi-strategi didalamnya, serta dipakai untuk membongkar kuasa
yang ada dalam setiap proses berbahasa. Dalam analisis wacana kritis
(critical discourse analysis), wacana dilihat sebagai bentuk praktek sosial
dimana melalui wacana kelompok sosial yang ada saling bertarung dan
mengajukan versinya masing-masing.
Dalam praktek berwacana tersebut, secara kritis Habermas
mengembangkan teori tindakan komunikasinya dengan mengemukakan
bahwa :
Setiap komunikasi yang sehat adalah komunikasi dimana setiap
partisipan bebas untuk menentang klaim-klaim tanpa ketakutan akan
koersi, intimidasi dan sebagainya dan dimana tiap partisipan memiliki
kesempatan yang sama untuk bicara, membuat keputusan, selfpresentations,
klaim normatif dan menentang pendapat partisipan lain.
(Adian, 2001 :79)
Teori Habermas ini sejalan dengan model two way communications
dalam public relations yang mengidealkan komunikasi dialogis antara
perusahaan dengan stakeholders. Dalam konteks CSR model ini mutlak
dibutuhkan sehingga pelaksanaan CSR tidak hanya berdasar apa yang
diinginkan oleh perusahaan, tetapi juga mendengar apa yang diharapakan
3
oleh publik. Sayangnya, public relations alih-alih membangun dialog,
seringkali berada pada fungsi menghegemoni publik.
Konsep hegemoni dipopulerkan ahli filsafat politik Italia, Antonio
Gramsci, yang berpendapat bahwa kekuatan dan dominasi kapitalis tidak
hanya melalui dimensi material dari sarana ekonomi dan relasi produksi,
tetapi juga kekuatan (force) dan hegemoni. Jika yang pertama menggunakan
daya paksa agar orang mengikuti sebuah nilai-nilai tertentu maka
hegemoni meliputi perluasan dan pelestarian ‘kepatuhan aktif’ (secara
sukarela) dari kelompok-kelompok yang didominasi oleh kelas penguasa.
Habermas (dalam German, 1995:280) menyatakan public relations
merupakan salah satu alat hegemoni yang berkontribusi pada terbentuknya
kesadaran palsu masyarakat modern. Teori kritis berupaya mengekspose
distorsi dalam ruang publik tersebut, kesadaran palsu sehingga mengakhiri
dominasi suara korporat dalam ruang publik. Dialog dalam ruang publik
sendiri banyak terjadi distorsi dikarenakan ketidakmerataan distribusi
kekuatan, informasi dan akses kepada organisasi sehingga membuat dialog
tidak seimbang dan memperkuat dominasi.
CSR pada umumnya dapat dipahami sebagai upaya perusahaan
untuk dapat menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, lingkungan dan
sosial (triple bottom line) di mana pada saat yang bersamaan harus dapat
memenuhi tidak hanya keinginan shareholder tetapi juga stakeholder. Carrol
(1991) mengembangkan konsep Piramida Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan yang teridiri atas empat jenjang yaitu ”make a profit, obey the
law, be ethical, and be a good corporate citizen” (Carrol, 1999: 43).
Saat kini terdapat beberapa pendapat mengenai CSR. Perbedaan ini
bermuara pada tiga ideologi yang saling memperjuangkan dan mendominasi
definisi dan praktik CSR di arena publik. Ketiga ideologi ini adalah (1) the
business of business is business, (2) corporate voluntarism dan (3) corporate
involuntarism (Achwan, 2006).
4
World Wide Web atau yang juga dikenal dengan www atau web
merupakan salah satu fitur utama internet yang salah satu karakter sekaligus
kelebihannya adalah potensi interaktivitasnya. Severin & Tankard (2005)
mendefinisikan Interaktivitas sebagai ”tingkatan dimana pada proses
komunikasi para partisipan memiliki kontrol terhadap peran, dan dapat
bertukar peran, dalam dialog mutual mereka.” Menurutnya, kata kunci
interaktivitas adalah adanya kesempatan komunikasi dua arah yang
ditawarkan oleh website.
Dalam hal mengkomunikasikan CSR pemilihan media web memiliki
alasan strategis karena “the web also offers organizations the opportunity to
design messages that do not have to follow the dictates of gatekeepers as
with print and electronic media” (Chaudri & Wang, 2007) serta website
memiliki karakteristik sebagai “ongoing and interactive process rather than a
static annual product.” Selain itu kebanyakan aktivis atau mereka yang
memiliki kepedulian terhadap persoalan CSR akan memantau aktivitas
perusahaan dengan mencari lewat websitenya (Welford, 1997).
Menurut James Grunig (1992:285) dalam perkembangannya terdapat
empat model komunikasi dalam praktek public relations: 1) Model Publicity or
Press Agentry, Model ini PR melakukan propaganda atau kampanye melalui
prose komunikasi searah (one way process) untuk tujuan publisitas yang
menguntungkan secara sepihak, khususnya menghadapi media massa dan
dengan mengabaikan kebenaran informasi sebagai upaya untuk menutupi
(manipulasi) unsure-unsur negative dari suatu organisasi; 2) Model Public
Information, Dalam hal ini humas bertindak seolah sebagai journalist in
resident. Berupaya membangun kepercayaan organisasi melalui proses
komunikasi searah dan tidak mementingkan persuasif. Seolah bertindak
sebagai wartawan dalam menyebarluaskan publisitas informasi dan berita ke
publik. Unsur kebenaran dan obyektivitas diperhatikan; 3) Model Two Way
Assimetrical, Pada model ini PR menyampaikan pesan dengan komunikasi
5
dua arah dan berdasarkan riset serta menggunakan strategi komunikasi
persuasive. Unsur kebenaran diperhatikan untuk membujuk publik. Kekuatan
membangun hubungan dan pengambilan inisiatif didominasi PR; 4) Model
Two Way Symmetrical, model komunikasi dua arah yang berimbang. Model
ini mampu memecahkan dan menghindari konflik dengan memperbaiki
pemahaman publik untuk membangun saling pengertian dukungan dan
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Sedangkan bagaimana peran PR dalam konteks CSR, Wilcox
(2006:79) menunjukkan beberapa peran spesifik sebagai berikut:
“Establishing a dialogue with various stakeholders; ensuring that the
organization does have disclosure and transparency in all of its
operations; communicating an organization’s core values around the
globe; managing «citizenship» programs on a global and localized
basis; monitoring ongoing «issues» and make recommendations to
management; researching and writing annual CSR reports for
widespread distribution.”
Lingkup kerja PR selalu berhubungan dengan publik atau yang sering
disebut juga dengan istilah stakeholders. Stakeholders merupakan setiap
kelompok yang berada di dalam maupun di luar perusahaan yang
mempunyai peran dalam menentukan keberhasilan perusahaan. Freeman
(1984) mendefiniskan stakeholder sebagai ‘any group or individual who can
affect or is affected by the achievement of the firm’s ‘objectives’ ….
organization’s success depend on creating real dialogue with its diverse
stakeholders, rather than trying to manipulate them.’
Friedman menyarankan public relations perusahaan meninggalkan
komunikasi cara lama agar berhasil dalam membangun hubungan dengan
pemangku kepentingan. Friedman (dalam Jalal, 2008) menguraikan lima hal
yang menurutnya adalah pilar dari komunikasi keberlanjutan itu. Pertama,
penyatuan keberlanjutan dalam model bisnis. Kedua, menyangkut berbagai
cara untuk memastikan bahwa tujuan keberlanjutan itu memang diterapkan
6
dalam cara-cara turunannya: operasi perusahaan dari hari ke hari. Ketiga,
terkait dengan karyawan, yang menurut Friedman harus diikutsertakan dan
diberdayakan. Keempat, menekankan pada pentingnya keuntungan nyata
yang dirasakan oleh pemangku kepentingan setempat. Kelima, adalah
memaksimumkan hubungan dengan pemangku kepentingan. Dalam hal ini
yang sangat ditekankan adalah bahwa hubungan tersebut bersifat saling
menguntungkan.
Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu
organisasi untuk menutup-nutupi suatu fakta. Citra humas yang ideal adalah
kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman,
pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Itu
berarti citra tidak seharusnya “dipoles agar lebih indah dari warna aslinya”,
karena hal itu justru dapat mengacaukannya (Anggoro, 2002). Baudrillard
(dalam Haryatmoko, 2008) mengkritik pencitraan karena menurutnya
pencitraan mendiskualifikasi kategori kebenaran sehingga tidak bisa lagi
dibedakan antara realitas, representasi, simulasi, kepalsuan dan hiperealitas.
METODOLOGI
Analisis wacana sebagai penelitian kritis menekankan pada penafsiran
peneliti atas teks. Dengan penafsiran ini, kita dapatkan dunia dalam, masuk
menyelami dalam teks dan menyingkap makna yang ada dibaliknya. Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan model analisis wacana Van Dijk yang
menggabungkan analisis struktur teks, kognisi sosial dan konteks sosial
sebagai bagian integral (Eryanto, 2001:224).
Dalam penelitian ini, karena keterbatasan peneliti serta waktu
penelitian, analisis terutama difokuskan pada analisis teks pada website serta
analisis konteks sosial yang melingkupinya, sedangkan analisis kognisi sosial
tidak dilakukan.
7
ANALISIS TEKS
Ketiga perusahaan yang diteliti semuanya memiliki website resmi yang
aktif yaitu Freeport di www.ptfi.co.id, Newmont di www.newmont.co.id, dan
Inco dengan alamat www.pt-inco.co.id. Website PT Freeport Indonesia (PTFI)
informasi CSR dapat ditemukan dalam halaman utama website yang
berbentuk hyper text mark up language (HTML) serta dalam laporan
pembangunan berkelanjutan dengan format portable document file (PDF).
Tema yang dibangun oleh Freeport adalah komitmen pada pembangunan
berkelanjutan. Freeport dalam hal ini tidak pernah menggunakan kata
tanggung jawab sosial atau CSR tetapi secara konsisten menggunakan
istilah ‘pembangunan berkelanjutan’.
Pada website Inco, informasi menyangkut CSR dapat ditemukan pada
menú website yaitu lingkungan, kesehatan dan keselamatan, serta tanggung
jawab sosial. Dalam menu tanggung jawab sosial terdapat laporan tahunan
dan laporan pemberdayaan masyarakat dalam format portable document file
(pdf). Tema yang diangkat Inco lebih menekankan pada pemberdayaan
masyarakat (community development). Inco memaknai tanggung jawab
sosial (CSR) lebih pada kemitraan dan investasi sosial.
Newmont terhitung paling sedikit menampilkan informasi CSR. Dalam
web tersebut tidak ditemukan laporan tahunan ataupun laporan CSR seperti
halnya pada dua objek lainnya. Informasi CSR yang paling banyak ditemukan
pada kategori Perlindungan Lingkungan dan Tanggung Jawab Sosial
meliputi: komitmen, program-program, dan penghargaan pada halaman
utamanya. Tanggung jawab sosial di Newmont dimaknai sebagai kegiatan
sosial mencakup Peningkatan Kesehatan Masyarakat, Pengembangan
Pendidikan, Pengembangan Pertanian dan Usaha Lokal, serta Infrastruktur.
Dari segi skematik tampak di peta situs bahwa Freeport mengadopsi
unsur dasar CSR yaitu triple bottom line yang tediri dari profit, people dan
planet. Skema disini sekali lagi menegaskan keinginan Freeport membangun
8
opini bahwa Freeport memberikan kontribusi dan manfaat pada Indonesia
itulah kemudian secara skematik informasi tentang manfaat ekonomi
ditempatkan sebagai informasi utama dan paling depan. Inco dan Newmont
secara skematik juga menempatkan informasi tanggung jawab sosial pada
posisi yang strategis untuk dibaca, namun terdapat perbedaan dalam
memaknai ruang lingkup tanggung jawab sosial.
Latar sebagai salah satu elemen semantik dalam website ini cukup
banyak digunakan untuk mendukung program dan kebijakan perusahaan.
Latar menurut Eryanto (2008:235) dapat menjadi alasan pembenar gagasan
yang diajukan dalam teks. Latar juga digunakan untuk menutupi kekurangan
perusahaan, seperti contoh dari Freeport berikut ini:
Pengalihan Sungai Ajkwa menuju saluran di antara kedua tanggul
tersebut mencegah terjadinya kontak dengan daerah pengendapan
tailing sehingga dapat menambah aliran air tawar sepanjang
perbatasan timur Timika yang sangat padat dengan penduduk. Hal
tersebut juga mengurangi jumlah tailing yang mengalir keluar
melalui daerah pengendapan menuju muara estuaria dan Laut
Arafura, hingga 25%. (http://www.ptfi.com)
Kutipan diatas merupakan latar yang digunakan perusahaan sebagai
alasan pembenar untuk mengalihkan aliran sungai. Hal ini kontras dengan
fakta yang disebutkan Jaringan Advokasi Tambang (2008) bahwa perubahan
arah sungai Ajkwa justru menyebabkan banjir, kehancuran hutan hujan tropis
dan menyebabkan daerah yang semula kering menjadi rawa.
Sebaliknya, pada kutipan berikut ini Freeport sengaja tidak
menjelaskan dengan detail kata ”yang berarti” dalam kalimat pertama dan
kedua karena hal ini menyangkut penilaian dampak lingkungan Freeport.
Kata ’yang berarti’ merupakan contoh bagaimana sesuatu yang merugikan
disajikan secara implisit dan tersembunyi. Kata ’yang berarti’ pada kalimat
pertama mengandung makna terdapat risiko tambahan, namun tidak
dijelaskan. Kata ’yang berarti’ pada kalimat kedua bermakna bahwa merkuri,
9
arsenik ataupun sianida itu tetap ada dalam jumlah tertentu. Pada contoh
ketiga, Freeport juga tidak menjelaskan dan hanya menegasikan isu bahwa
Freeport menganggu kelestarian Taman Nasional Lorentz dengan kalimat
singkat dan diletakkan diakhir kalimat sehingga tersembunyi.
Dalam rangka memenuhi komitmen kami terhadap AMDAL, Freeport
telah melakukan dan menyerahkan Penilaian Risiko Terhadap
Lingkungan Hidup secara menyeluruh kepada Kementerian
Lingkungan Hidup pada tahun 2002, di mana hasilnya tidak ditemukan
risiko tambahan yang berarti dari kegiatan operasi kami, selain yang
telah diidentifikasi pada AMDAL 300K.
(http://www.ptfi.com)
PTFI tidak menggunakan merkuri ataupun sianida dalam setiap proses
yang dilakukannya, melainkan menggunakan suatu proses flotasi yang
memisahkan secara fisik mineral yang mengandung tembaga dan
emas dari bijih. Pemantauan komprehensif yang dilakukan selama
bertahun-tahun tetap menunjukkan tidak ditemukannya tingkatan
merkuri, arsenik ataupun sianida yang berarti di dalam air, sedimen,
ikan atau tumbuh-tumbuhan pada wilayah kegiatan kami.
(http://www.ptfi.com)
Wilayah proyek PTFI berada di Propinsi Papua, bersebelahan dengan
wilayah Taman Nasional Lorentz…. PTFI tidak melakukan kegiatan
di Taman Nasional Lorentz. (http://www.ptfi.com)
Dalam masalah yang cukup sensitif seperti masalah hak asasi
manusia berikut ini, digunakan kalimat pasif, bahkan penghilangan subyek.
Bentuk kalimat yang seperti ini juga memperlihatkan mana hal yang
ditonjolkan sehingga mempengaruhi makna kata secara keseluruhan. Pada
contoh pertama, tidak ada subyeknya siapa yang dilaporkan melakukan
pelanggaran hak asasi manusia (HAM), demikian pula dengan contoh kedua.
Kejadian-kejadian yang dilaporkan tersebut termasuk tindakan
kriminal dan telah ditangani sebagaimana mestinya.
(http://www.ptfi.com)
Jika dilaporkan adanya suatu pelanggaran HAM, informasi mengenai
pelanggaran tersebut akan disampaikan kepada Komisi Nasional Hak
Asasi Manusia (Komnas HAM). (http://www.ptfi.com)
10
Di bagian web yang lainnya, Freeport juga menggunakan koherensi
kondisional untuk menekankan citra positif, seperti tampak pada kutipan
berikut mengesankan bahwa audit sudah dilakukan berulangkali dan hasilnya
sama baiknya:
Audit tersebut pun menyimpulkan, sebagaimana berbagai audit
independen sebelumnya, bahwa program pengelolaan tailing PTFI
“masih merupakan pilihan pengelolaan tailing yang paling sesuai
dengan kondisi topografi dan iklim di lokasi tersebut yang unik, dengan
dampak dan risiko terhadap lingkungan yang jauh lebih rendah”
dibanding alternatif lain. (http://www.ptfi.com)
Bentuk koherensi lain yang digunakan adalah koherensi pembeda.
Koherensi pembeda melihat bagaimana dua hal diperbandingkan dan
bagaimana efeknya. Pada contoh berikut bagaimana melalui koherensi
kondisional, Freeport memperoleh kesan positif.
Di RS Waa-Banti, yang dibiayai dengan Dana Kemitraan Freeport dan
dimiliki LPMAK, standar medisnya sebanding dengan rumah sakit
Freeport, begitu pula dengan standar pada rumah sakit terbaik di kotakota
besar Indonesia. Bedanya, sarana tersebut berada pada salah
satu daerah yang paling terpencil di negeri ini. (http://www.ptfi.com)
Kalimat diatas menekankan bahwa Freeport telah memberikan
pelayanan kesehatan yang sangat baik untuk masyarakat sekitar, karena
standarnya sama ketika dibandingkan dengan rumah sakit Freeport dan
rumah sakit terbaik lainnya di Indonesia. Ditekankan pula bahwa ini hal yang
luar biasa dikerjakan oleh Freeport, karena pembaca kemudian diingatkan
bahwa pelayanan itu terjadi di daerah paling terpencil di Indoenesia.
Elemen stilistik menunjukkan bagaimana korporasi melakukan
pemilihan kata atas berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pemilihan
kata menunjukkan sikap dan maksud tertentu. Pada kalimat pertama,
Freeport menggunakan eufimisme (penghalusan) istilah menghadapi
‘tantangan kedepan’ untuk menggantikan kelemahan, kekurangan atau
pelanggaran. Pada kalimat kedua, Freeport juga menggunakan eufimisme
11
dengan menggunakan istilah Sirsat yang dibuat sendiri untuk menyebut kata
tailing. Pada kalimat ketiga menggunakan istilah daerah pengendapan untuk
menyebut sungai Ajkwa.
Namun demikian hasil audit tersebut juga mencatat bahwa
perusahaan menghadapi tantangan kedepan dalam memenuhi
komitmennya untuk mempekerjakan warga Papua.
(http://www.ptfi.com)
Salah satu kegiatan PTFI yang bersifat padat sumber daya dan padat
karya adalah pengelolaan tailing yang dikenal dengan nama pasir
sisa tambang (SIRSAT) – yaitu sisa pasir tambang yang dihasilkan
dari pengolahan bijih mineral. (http://www.ptfi.com)
Bahan sirsat juga dimanfaatkan untuk konstruksi tanggul pada Daerah
Pengendapan Dimodifikasi Ajkwa (ModADA). (http://www.ptfi.com)
Kalimat berikut merupakan contoh penggunaan istilah teknis yang susah
dimengerti orang awam dalam website Inco:
Pada tahun 2002 kami melakukan modifikasi geo-teknis terhadap
penampung endapan dari aliran yang membawa limbah dari pabrik
pengolahan. Ini memampukan kami untuk mengambil kembali partikelpartikel
padat yang telah terkumpul selama bertahun-tahun. (www.ptinco.
co.id)
Melestarikan lingkungan hidup tetap menjadi prioritas tinggi PT Inco.
Sebagai contoh, pengujian ketat emisi dari cerobong Tanur Pereduksi
No.2 setelah pemasangan separator siklonik dengan rancangan baru
memperlihatkan bahwa tingkat debu secara konsisten berada
secara sifnifikan dibawah batas yang ditetapkan oleh Pemerintah
Republik Indonesia. Kami merencanakan untuk memakai teknologi ini
juga pada Tanur Pereduksi No.1 dan No. 3. (www.pt-inco.co.id)
Pada contoh berikut, kalimat pertama meminimalkan dampak potensial
merupakan penghalusan dari kata pencemaran. Sedangkan pada kalimat
kedua dan ketiga dapat kita lihat, pernyataan ’sungguh-sungguh’, dan
’komitmen’ merupakan upaya Newmont meyakinkan keseriusannya tetapi
agak kontras karena ada tambahan kata ’jika memungkinkan’. Pada kalimat
keempat dan kelima Newmont sekali lagi meyakinkan bahwa menjalankan
12
praktek terbaik dan sekaligus menegasikan isu telah membuang tailing
beracun.
Dokumen ANDAL berisi alternatif terbaik yang dipilih dan disahkan
oleh Pemerintah Indonesia serta mencakup semua dampak aspek
operasi PTNNT. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) yang tercakup dalam
dokumen ini secara khusus dirancang untuk meminimalkan dampak
potensial di Batu Hijau. (www.newmont.co.id)
PTNNT secara sungguh-sungguh melaksanakan program
pengelolaan dan pemantauan lingkungan yang sesuai dengan
keadaan di lokasi tambang, untuk meminimalkan risiko atau bahaya
yang berpotensi merusak lingkungan yang mungkin diakibatkan oleh
operasi tambang. (www.newmont.co.id)
Newmont berkomitmen untuk mendorong pembangunan
berkelanjutan dan jika memungkinkan memenuhi kebutuhan
ekonomi, sosial, dan lingkungan agar pembangunan berkelanjutan
menjadi kenyataan. (www.newmont.co.id)
Menjalin kerjasama dalam kemitraan dengan masyarakat dan
pemerintah untuk memastikan agar semua program tanggungjawab
sosial dilaksanakan melalui proses konsultatif dan partisipatif,
dengan menerapkan praktek terbaik, dan sejalan dengan prinsipprinsip
pembangunan berkelanjutan.(www.newmont.co.id)
Tailing yang dihasilkan dari proses pengolahan bijih tembaga dan
emas PTNNT tidak berbahaya, tidak beracun dan secara umum
memiliki karakteristik yang sama dengan pasir di dasar permukaan
laut sekitar pulau Sumbawa. Tailing merupakan bagian yang tersisa
dari batuan yang telah digerus sampai halus dan diambil kandungan
bijih mineral berharganya. (www.newmont.co.id)
Elemen retorik akan melihat bagaimana penonjolan dilakukan melalui
grafis, visual serta metafora tertentu. Metáfora mencakup produksi konsep
dan pengertian yang bisa merangkul dan menyedot perhatian khalayak untuk
mendukung perusahaan. Contoh penggunaan metafora terlihat pada kutipan
berikut:
13
Di PT Inco, para karyawan kami mengubah wajah pertambangan
(www.pt-inco.co.id)
Kami mendengar maka kami ada
(www.pt-inco.co.id)
Dalam kaitan ini, kami tidak semata-mata mengandalkan penilaian
kami sendiri, oleh karena dalam pengalaman kami, sangatlah
berharga melihat program kami dengan “sepasang mata baru”
melalui audit independen.
(http://www.ptfi.com)
Kita akan menjadi perusahaan tambang yang paling dihargai dan
dihormati melalui pencapaian kinerja terdepan dalam industri
tambang. (www.newmont.co.id)
ANALISIS SOSIAL
CSR yang dilakukan masih terfokus pada pengembangan masyarakat
dan donasi, dan belum secara lengkap mengimplementasikan model pyramid
Carrol (1991) secara utuh, yaitu tanggungjawab ekonomis, tanggungjawab
legal, tanggung jawab etis serta tanggungjawab filantropis.
Upaya membangun dialog dengan semua stakeholder dalam CSR
belum maksimal. Kemitraan yang diklaim juga masih terasa sekedar retorika
karena masih berupa pernyataan sepihak perusahaan tanpa disertai
konfirmasi dari stakeholder. Dalam teks menyangkut persoalan lingkungan
misalnya terlihat bahwa ketiganya tidak ‘mendengar’ suara publik tetapi lebih
suka memaparkan kebijakan sesuai kemauan perusahaan. Demikian juga
dengan aspek-aspek CSR lainnya, sangat minim ‘suara’ stakeholder
ditampilkan, apalagi dari pihak yang kritis seperti dari NGO atau media.
Upaya public relations yang dibangun masih belum menggunakan
Two Way Symmetrical Model, dimana model ini sebenarnya akan mampu
memecahkan dan menghindari konflik dengan memperbaiki pemahaman
14
publik untuk membangun saling pengertian dukungan dan menguntungkan
bagi kedua belah pihak (Grunig, 1992). Komunikasi yang terbangun melalui
website masih merupakan bentuk satu arah dimana perusahaan
mendominasi wacana. Perusahaan tidak berupaya mendesain website
secara optimal sebagai ruang publik yang memiliki potensi interaktivitas,
sehingga informasi terkait CSR tidak hanya bersumber dari satu pihak
perusahaan saja. Hal ini membuktikan terjadinya hegemoni, dimana terjadi
minimalisme ruang publik. Padahal seperti internet menawarkan potensi
komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan
media massa sebelumnya.
PENUTUP
Penyajian informasi CSR dalam ketiga website pertambangan yang
diteliti menggunakan wacana secara strategis untuk membangun opini positif
perusahaan. Semua elemen wacana yaitu tematik, skematik, semantik,
sintaksis, stilistik serta retorik ditemukan dalam pembacaan terhadap teks
informasi CSR dalam website ketiga perusahaan. Namun demikian ketiganya
memiliki perbedaan tematik dan skematik. Sedangkan dalam hal semantik,
sintaksis, stilistik serta retorik ketiganya hampir sama, menggunakan kalimat
dan kata untuk menonjolkan hal-hal yang dianggap positif serta
menyembunyikan atau menghilangkan hal-hal yang negatif, kritik,
mengandung risiko dan merugikan perusahaan.
Komunikasi, baik dalam proses pelaksanaan CSR maupun dalam
melakukan informasi/publikasi CSR idealnya melibatkan (involving)
stakeholders, dengan menerapkan two way communication model serta
prinsip komunikasi Habermasian yang mendorong prinsip kesetaraan dan
emansipatoris.
15
DAFTAR PUSTAKA
Achwan, Rochman. 2006. CSR: Pertikaian Paradigma dan Arah
Perkembangan dalam Galang Jurnal Filantropi dan Masyarakat
Madani Vol 1, No 2, Januari 2006
Adian, Donny Gahral. 2001. Arus Pemikiran Kontemporer. Yogyakarta:
Jalasutra
Chaudri, Vidhi & Wang Jian. 2007. Communicating CSR on the Internet: A
Case Study of the top 100 IT Companies in India. Management
Communication Quarterly,21,232-247
Carroll, Archie B. 1991. Corporate Social Responsibility: Evolution of a
Definitional Construct. Business Society, 38, 268-295.
Cutlip, Scott M. dan Center, Allen H. 2000. Effective Public Relations.
Prentice Hall.
Eryanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisa Teks Media.
Yogyakarta:LKIS
Freeman, R. Edward. 1984. Strategic Management: A Stakeholder Approach.
Boston: Pitman
German, Kathleen M. 1995. Critical Theory in Public Relations Inqury Future
Direction for Analysis in a Public Relations Context. dalam Elwood,
William N. Public Relations Inquiry as Rhetorical Criticism Case
Studies of Corporate Discourse and Social Influnce. Wesport
Conecticut London: Praeger
Grunig, James E. 1992. Excellent in Public Relations & Communication
Mangement. New Jersey: Lawrence Associate
Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik di Media sebuah studi Critical
Discourse Analysis. Jakarta: Granit
Haryatmoko. 2008. Etika Komunikasi Manipulasi Media, Kekerasan dan
Pornografi. Yogyakarta: Kanisius
Jahja, Rusfadia S. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan CSR Perusahaan
Ekstraktif dalam Galang Jurnal Filantropi dan Masyarakat Madani
Vol.1 No. 2, 22-35
Jalal. Komunikasi Keberlanjutan, Kehumasan Gaya Baru diakses dari
http://www.csrindonesia.com/data/resensi/20080319100029-
resdoc.pdf
Severin, Werner J. & Tankard, James W. 2005. Teori Komunikasi Sejarah,
Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. Jakarta: Prenada Media
Tanaya, Jimmy. 2004. Tanggung Jawab Sosial Korporasi. Surakarta: The
Business Watch Indonesia
Wilcox, Dennis. 2006. The Landscape of Todays Global Public Relations.
Analisi 34
16